PEKERJAAN BAIK PASTI MENGHASILKAN KEBAIKAN

PEKERJAAN BAIK PASTI MENGHASILKAN KEBAIKAN
Selepas “Nekat” Resign dari bank dan “sempat mampir” jadi CEO sebuah perusahaan swasta, alhamdulillah sisa pesangon saya gunakan untuk memulai usaha clothing berupa T-Shirt, Jaket dan lain-lain bermitra dengan sahabat kecil Muri A Mansoer yang berpengalaman memproduksi pesanan produk clothing dari pemilik brand terkenal di Bandung. Merk dagang pun kami create dengan nama ID-Distro dengan produk utama berupa High Quality T-Shirt berkonten kebaikan. Sebuah Visi besar dan ambisius kami usung yaitu Menghadirkan Pakaian yang Trendi dengan Nilai-Nilai Kebaikan, silahkan klik http://www.id-distro.com untuk melihat detail produk ID-Distro.
Alhamdulillah setahun bisnis tersebut kami jalankan dan hasilnya seperti sudah bisa ditebak “RUGI”, modal sisa pesangon pun alhamdulillah habis, he.he.he.he. Persiapan mental saat resign untuk menjadi pengusaha sangat membantu saya menjaga keyakinan untuk sukses tidak hilang bahkan tambah menggebu, walau partner saya terlihat sedikit “Lesu” karena kerja keras selama setahun membangun bisnis clothing seolah tidak ada hasilnya.
“Jangan takut dengan kerugian, jangan sedih karena belum berhasil, karena tidak ada yang salah dengan konsep bisnis kita, cara bisnis kita sudah baik, produk kita buat dengan bahan dan tenaga terbaik, kontennya pun mengajak orang pada kebaikan, tidak ada sedikitpun keburukan dalam bisnis kita dan kerja keras telah kita lakukan, yakinlah Allah tahu kapan waktu yang tepat kita akan sukses” hibur saya kepada partner bisnis.
Subhanallah sesuai keyakinan saya bahwa tidak akan ada yang sia-sia atas kerja  keras dan kebaikan yang telah kita lakukan, Allah mengatur segala hal demikian indahnya, setahun setelah membangun bisnis clothing yang menurut analisis ahli bisnis tersebut rugi, saya mendapat info dari seorang sahabat bahwa sebuah perusahaan di Jakarta yang sedang membuka Factory Outlet di kota Bogor sedang mencari partner untuk mendesign dan memproduksi T-Shirt bertema Bogor dan mencari produk clothing lainnya. Singkat cerita saya pun di undang presentasi tentang produk Clothing dan alhamdulillah standard produk kami sangat cocok dengan keinginan client, lalu kami di kontrak untuk mendesign sekaligus memproduksi High Quality T-Shirt bertema Bogor dan produk clothing lainnya. 
Subhanallah, kerugian selama setahun bisnis clothing kami tertutupi dengan omzet pesanan selama dua bulan saja. Pesanan terus kami terima sampai dengan saat ini dengan jumlah yang terus bertambah. Selain produk clothing pesanan, produk ID-Distro dipajang di space di Factory Outlet milik client dengan penjualan yang sangat baik. 
Sahabat! Allah pasti mencatat dan membalas segala kebaikan dan kerja keras kita, hanya kita sering buruk sangka kepada Allah dan tidak sabaran karena hasilnya ingin langsung kita dapatkan, padahal Allah tahu kapan waktu terbaik dan pantas hasilnya kita dapatkan, karena Allah sayang kepada kita, hanya kebanyakan kita tidak menyadarinya. 
Sahabat! jangan berburuk sangka kepada Allah bila usaha kita mengalami kerugian, bila bisnis kita baik, kita telah bekerja dengan baik, produk yang dihasilkan juga baik, strategi bisnis juga baik, maka tahan dan sabarlah, karena Allah tahu kapan waktu terbaik dan pantas kita mendapat kesuksesan atas hasil usaha dan karya terbaik kita.
Semoga menginspirasi, Salam sukses untuk sahabat semua.
Hormat Saya
Budi Cahyadi 

Financial-Spiritual-Revolution

Financial-Spiritual-Revolution
Kecerdasan finansial adalah kecerdasan unik.  Dia bukan termasuk kecerdasan elementer yang menurut pakar multiple-intelligence Howard Gardner terdiri dari kecerdasan logika-matematika, linguistik (bahasa), spasial (keruangan), musikal, kinestetik (gerak), interpersonal, intrapersonal, naturalis dan eksistensial. 
Kecerdasan finansial sedikit banyak merupakan “senyawa” dari beberapa kecerdasan elementer.  Tentu kita sepakat bahwa ada logika-matematika di sana.  Seorang yang cerdas finansial tentu harus cepat berhitung bahwa meski cuma jualan cendol, kalau rata-rata punya dua gerai di setiap kabupaten/kota se Indonesia, maka omzetnya bisa satu milyar sehari.  Dia juga harus cepat menguasai “bahasa-bahasa gaul” di dunia bisnis.  Dia harus cepat tahu lokasi-lokasi strategis untuk mengembangkan pasar.  Bahkan pengenalan atas selera musik juga bisa menguntungkan, karena banyak warung yang menjadi berkelas hanya karena iringan musik, baik dari tape recorder maupun live dari musisi jalanan.  Dia harus cepat tanggap atas berbagai persoalan stakeholder, terutama SDM-nya.  Dia juga harus punya kemampuan introspeksi yang cepat, selain tahan banting walau ancaman terus menghadang.  Dia harus cepat menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi alam, misal kalau sekiranya beberapa hari ke depan hujan turun lebih sering, lebih baik dia switch dari jualan es-cendol menjadi bubur cendol (hangat).  Dan tentu saja dia harus cerdas menyandarkan eksistensinya di dunia ini kepada Sumber Segala Eksistensi, juga Sumber Segala Rizki, yaitu Allah swt.  Kecerdasan yang terakhir ini sering juga disebut kecerdasan spiritual (SQ).
Sayangnya, meski setiap orang cepat atau lambat akan berurusan dengan dunia finansial, kecerdasan finansial nyaris tidak pernah diajarkan di sekolah.  Bahkan hanya sedikit pengusaha yang mengasah kecerdasan finansialnya.  Padahal, kecerdasan ini seharusnya melekat baik pada anak sekolah, buruh, karyawan, PNS, ibu rumah tangga, pengusaha, hingga para birokrat yang menjalankan negara.
Kecerdasan finansial (Financial Quotient, FQ) sebenarnya dapat diukur dengan sederhana.  Bayi yang baru lahir akan memiliki FQ=0.  Ketika seseorang mulai bekerja sehingga mendapatkan penghasilan sendiri yang mencukupi kebutuhannya, maka FQ=1 atau disebut telah meraih kemandirian finansial.   Kalau punya penghasilannya tapi belum mencukupi, maka FQ terletak di antara 0 dan 1.  Jika gajinya sudah melebihi kebutuhannya, FQ nya tetap = 1, karena bila dia mengalami sakit sehingga tidak bisa bekerja, atau bahkan di-PHK, dia masih akan terguncang.
Lain halnya bila dia memiliki sumber penghasilan pasif, yang tetap mengalir sekalipun dia karena suatu alasan tidak bekerja lagi.  Pada saat itu FQ beranjak lebih dari 1.  Ketika dari penghasilan pasif ini saja sudah mencukupi kebutuhannya, maka dikatakan FQ=2.  Pada titik ini dia benar-benar memiliki kebebasan finansial.  Kalau penghasilan pasif ini dua kali lipat dari kebutuhannya, maka FQ=3.  FQ ini ke atas tidak terbatas.  Orang seperti Bill Gates yang penghasilannya sebagai pemilik saham Microsoft barangkali sejuta kali kebutuhannya, dapat dikatakan memiliki FQ=1000001.  Memang itulah, rizki daripassive income bisa tak terbatas, selama kita cerdas meyiapkannya.
Seorang pengusaha tidak otomatis memiliki penghasilan pasif, kecuali dia benar-benar bisa bebas dalam aktivitasnya sehari-hari.  Dia tidak habis waktu mengurusi bisnisnya, karena sebagian besar telah dapat dikerjakan oleh sarana (mesin), ilmu (sistem) yang diciptakannya, dan SDM yang mendukungnya.  Tak heran bila Rasulullah mengatakan bahwa, “Bila mati anak Adam, maka terputuslah amalnya, kecuali shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak yang shaleh”.
Dalam dunia finansial, shadaqah jariyah adalah peralatan atau sarana fisik seperti sawah, pabrik, komputer atau kendaraan usaha.  Tentu saja semua tidak otomatis berproduksi menghasilkan passive income, tetapi juga perlu suatu ilmu atau sistem untuk menciptakan nilai tambah, dan SDM yang mampu menggerakkan semuanya dalam operasional sehari-hari.  Bila tiga komponen ini sudah jalan, maka bila orang itu sakit, pergi haji, tidur, bahkan mati sekalipun, uang tetap terus mengalir!
Bila seperti ini halnya, maka kecerdasan finansial memang tidak hanya perlu dimiliki kalangan pengusaha saja.  Pelajar atau karyawanpun perlu, agar mereka mempersiapkan diri, tidak makin tua makin terbelit dengan hutang yang akan merampas kemerdekaan mereka.  Para PNS perlu cerdas finansial, agar tidak terkaget-kaget dengan masa pensiun yang menyebabkan penghasilannya turun drastis.  Sedang para birokrat perlu agar tidak menjerumuskan daerah atau negerinya ke jebakan hutang, malah sukur-sukur bisa menciptakan passive-income bagi seluruh rakyatnya, sehingga negeri itu makin lama justru makin sejahtera.  Rakyatnya jadi punya waktu luang yang cukup untuk belajar Islam dan berjuang berdakwah menegakkan syariah dan khilafah.
Adapun dimensi spiritual dari kecerdasan finansial terletak pada tiga hal.  Pertama adalah dari motivasi finansial.  Seorang muslim tidak seharusnya hanya mencari uang demi hidup yang enak dan hari tua yang aman.  Seharusnyalah motivasinya yang utama adalah semangat mensukseskan ibadah yang perlu banyak uang, seperti naik haji, banyak shadaqah, wakaf atau menanggung anak yatim.  Kedua, caranya meraih kebebasan finansial itu juga dengan cara-cara yang berkah, yang dipagari oleh syariah.  Dan ketiga, kebebasan finansial yang diraihnya digunakan untuk tujuan-tujuan mulia yang lebih besar lagi, menyebarkan keberkahan ke dunia yang lebih luas!
Kalau sumbu kecerdasan finansial (FQ) adalah mendatar, maka sumbu kecerdasan spiritual (SQ) adalah ke atas.  Kombinasinya adalah vektor kecerdasan finansial-spiritual (FSQ).  Maka kita akan melihat bahwa untuk menaikkan besaran vektor itu, kita bisa menarik dimensi finansial, namun bisa juga dimensi spiritual.  Banyak shadaqah, banyak wakaf, banyak berdakwah terbukti sering memberi hasil yang lebih besar daripada sekedar investasi mesin baru, membeli ilmu baru, atau merekrut expert baru.  Ini terjadi karena dunia ini tidak sepenuhnya terletak pada garis yang bisa kita kendalikan atau kita pengaruhi.  Kondisi cuaca, selera pasar, perubahan politik dan ekonomi global kadang berjalan liar, dan di situlah upaya pada dimensi spiritual sering menghasilkan keajaiban-keajaiban yang makin membuktikan kehadiran Tuhan.
Kita mesti melatih anak-anak kita kecerdasan finansial yang sekaligus spiritual.  Permainan monopoli klasik yang hanya menyentuh dimensi finansial – sehingga cenderung sangat kapitalistik – perlu kita kembangkan sehingga juga memiliki dimensi spiritual.  Mungkin dengan itu, suatu saat kita bisa berharap muncul revolusi keberlimpahan finansial sekaligus keberkahan spiritual (Financial-Spritiual Revolution).Oleh : Prof. Dr. Fahmi Amhar

BAGI HASIL DENGAN PEMILIK TEMPAT

BAGI HASIL DENGAN PEMILIK TEMPAT
Salam, apa kabar sahabat KLINIK BISNIS semua? semoga senantiasa dalam kondisi Iman kepada Allah, menjaga Ibadah serta berbisnis dengan Jujur dan professional untuk mendapatkan keberkahan rizki dari Allah pemilik alam semesta ini.
Untuk menjawab banyak sekali konsultasi langsung melalui whatsapp, BBM, e-mail, Line dan lain-lain yang bertanya bagaimana skema kerjasama dan bagi hasil dengan investor pemilik property yang akan digunakan sebagai tempat usaha seperti lahan, ruko, rumah, kantor dan lain-lain. Semoga penjelasan ini dapat memberikan solusi kepada sahabat KLINIK BINSIS yang saat ini membutuhkan panduan kerjasama dengan pemilik tempat usaha.
JENIS PROPERTY YANG BISA DIKERJASAMAKAN
1.Lahan kosong, seperti sawah, kebun, kolam, tanah kosong atau kavling yang dapat memberikan MANFAAT dan atau MENGHASILKAN PENDAPATAN bagi para pihak yang bekerjasama usaha memanfaatkan lahan tersebut.  
2.Ruko, Toko, Kios, yaitu tempat yang digunakan untuk usaha yang didalamnya terdapat transaksi penjualan dan pembelian barang dan atau jasa tentunya memberikan manfaat sekaligus mendatangkan pendapatan.
3.Kantor, Rumah, yaitu tempat yang digunakan untuk kegiatan usaha baik aktivitas penjualan atau administrasi kantor.
4.Kavling, yaitu lahan kosong yang diatasnya dapat dibangun rumah, ruko, toko dan lain-lain untuk diperjualbelikan atau di sewakan dengan tujuan mendapatkan pendapatan.
STATUS PENGUASAAN PROPERTY YANG DAPAT DIKERJASAMAKAN
1.Property yang dikerjasamakan dapat berstatus Hak Milik dengan bukti kepemilikan seperti Girik/Leter C, Akta Jual Beli, Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
2.Property yang dikerjasamakan berstatus Hak Pakai dengan masa/jangka waktu tertentu seperti Hak Guna Pakai/Konsensus dari Pemerintah dan Hak Pakai Sewa.
3.Saya tidak merekomendasikan property yang akan dikerjasamakan status penguasaannya tidak jelas atau sedang dalam sengketa, karena rawan konflik, misalnya sengketa ahli waris, akan digusur pemerintah atau pemilik lahan dan lain-lain.
4.Sangat di anjurkan para pihak yang akan bekerjasama memanfaatkan property mengecek status kepemilikan/penguasaanya dengan meminta copy Sertifikat/AJB atau perjanjian sewa dengan pemilik property, bila meragukan! sebaiknya cari property lain yang aman daripada mendatangkan celaka di kemudian hari.

SKEMA KERJASAMA BAGI HASIL ANTARA PEMILIK PROPERTY DENGAN PENGELOLA USAHA
Untuk memperjelas skema kerjasama, saya akan langsung berikan contoh aplikasi dalam kerjasama usaha yang biasa terjadi dalam dunia usaha.

A. Property Dalam Usaha Agrobisnis
1.Pemilik lahan sawah, kolam atau kebun menyerahkan propertynya kepada penggarap untuk diolah dan ditanami komoditas tertentu. Semua biaya infrastruktur untuk mengolah lahan ditanggung oleh penggarap. Bagi hasil yang lazim terjadi di masyarakat Indonesia adalah 30% hasil bersih panen untuk pemilik lahan dan 70% untuk penggarap.
2.Hasil bersih panen adalah total pendapatan panen setelah dikurangi biaya operasional untuk menghasilkan panen tersebut mulai dari bibit, pupuk, obat-obatan/pestisida dan tenaga kerja.
3.Bila pemilik lahan ikut menyediakan sebagian modal kerja, maka bagi hasil yang lazim terjadi di Indonesia adalah 50:50 atau istilah Sunda Maro yang berasal dari kata Separo/Setengah.

B. Property Lahan, Ruko, Toko, Kios, Rumah, Kantor
1.Pemilik menyerahkan propertynya kepada pengelola untuk digunakan dalam kegiatan usahanya baik perdagangan, produksi dan jasa. Pemilik property dapat disebut Investor.
2.Pengelola usaha menyediakan modal membangun/renovasi, menyediakan peralatan usaha dan modal kerja disebut Investor Pengelola karena selain berkontribusi modal juga keahlian, tenaga dan waktu untuk membangun dan mengelola usaha.
3.Porsi modal Investor pemilik property dihitung dari nilai manfaat atas propertynya misal dipersamakan dengan nilai sewa dengan contoh sebuah Ruko bila disewakan selama lima akan mendapatkan pendapatan Rp. 250 juta yang akan menjadi jumlah setoran modal dari Investor pemilik property.
4.Bila property dengan status sewa, maka Investor yang telah menyewa property dan menawarkan kerjasama pengelolaan dengan pihak lain, nilai sewa yang telah dibayarkan menjadi jumlah acuan setoran modal.
5.Misalnya bila Investor Pengelola menyetorkan modal dalam poin 2 diatas sebesar Rp. 200 juta maka total modal yang terkumpul sebesar Rp. 450 juta dengan share modal Investor pemilik property sebesar 55,55% (Rp. 250 juta : Rp. 450 juta) dan Investor Pengelola sebesar 44,45% (Rp. 200 juta : Rp. 450 juta). Share modal ini menjadi acuan dalam berbagi risiko usaha dan kepemilikan asset usaha bukan porsi bagi hasil keuntungan.
6.Porsi bagi hasil yang adil bagi kedua belah pihak adalah KESEPAKATAN NEGOSIASI. Sebagai acuan dapat dihitung dengan metode kewajaran dan kepantasan bagi pemilik property yang telah mengorbankan potensi pendapatan sewa bila property miliknya disewakan, tapi memilih dikerjasamakan dengan pengelola usaha tentunya mengharapkan pendapatan berupa bagi hasil yang lebih besar daripada pendapatan sewa. Lihat Contoh perhitungan dalam bagian C.
7.Walaupun potensi pendapatan bagi hasil lebih besar, tapi pemilik property harus faham bawa terdapat potensi risiko yang lebih besar dalam kerjasama usaha yaitu kerugian dan kebangkrutan, sehingga pendapatan bagi hasil malah lebih kecil dari pendapatan sewa bahkan nihil.

C. Contoh Perhitungan Acuan Penentuan Bagi Hasil Pemilik Property
Berdasarkan contoh pada poin B.5 kita mendapatkan data sebagai berikut:
– Total Modal Rp. 450 juta 
– Setoran Modal Investor Pemilik Property Rp. 250 juta dengan share 55,55%
– Setoran Modal Investor Pengelola Rp. 200 juta dengan share 44,45%
– Misal kelaziman/kebiasaan hak bagi hasil untuk para Investor sebesar 40% 
– Kelaziman/kebiasaanHak bagi hasil pengelola sebesar 60%

Misal proyeksi Keuntungan usaha rata-rata per bulan Rp. 20 juta, maka pembagian bagi hasil:
Bagi Hasil Hak Pengelola = 60% x Rp. 20 juta = Rp. 12 juta
Bagi Hasil Hak Investor = 40% x Rp. 20 juta = Rp. 8 juta akan dibagi: 
– Investor Pemilik Property 55,55% x Rp. 8 juta = Rp. 4.444.000 
– Investor Pengelola 44,45% x Rp. 8 juta = Rp. 3.556.000
Pengelola sekaligus Investor mendapat total bagi hasil Rp. 15.556.000 dari hak bagi hasil sebagai Investor Rp. 3.556.000 ditambah hak pengelola sebesar Rp. 12 juta.

Porsi Bagi Hasil sebagai acuan negosiasi:
Total bagi hasil Rp. 20 juta
– Investor sekaligus Pengelola Rp. 15.556.000 : Rp. 20 juta = 77,78,67% 
– Investor pemilik Property Rp. 4.444.000 : Rp. 20 juta = 22,22%

Metode kepantasan/Kewajaran:
Property Ruko bila disewakan Rp. 250 juta/5 tahun atau Rp. 50 juta/tahun atau Rp. 4.166.700/bulan, bila dibandingkan dengan pendapatan bagi hasil hak Investor Pemilik Property Rp. 4.444.000/bulan, maka bagi hasil wajar. 
Pemilik property dapat mencari pengelola usaha yang bisa memberikan proyeksi keuntungan usaha di kisaran Rp. 20 juta/bulan, karena bila lebih kecil akan berisiko bagi hasil lebih kecil dari pendapatan sewa.
Pemilik property dapat meminta porsi bagi hasil lebih besar dari 22,22% bila proyeksi keuntungan lebih kecil dari Rp. 20 juta/bulan sehingga pendapatan minimum sewa dapat terjaga dan akan mendapat bagian lebih besar lagi saat keuntungan melebihi Rp. 20 juta/bulan, karena…
Ingat!! pembayaran bagi hasil dihitung dari REALISASI KEUNTUNGAN yang didapat setiap periodenya bukan dibayar secara fixed/sama setiap periodenya dari proyeksi keuntungan yang hanya dijadikan sebagai acuan untuk menentukan porsi bagi hasil.
Begitupun pengelola usaha dapat mempertahankan porsi bagi hasilnya, sehingga akan terjadi negosiasi yang saling mempertahankan kepentingannya masing-masing dan disinilah indahnya kerjasama bagi hasil yaitu KESEPAKATAN HASIL NEGOSIASI yang akan menjadi acuan yang mengikat bagi para pihak yang bekerjasama.
Sahabat KLINIK BISNIS dapat mengkustom contoh perhitungan di atas sesuai kondisi dan kebutuhan kerjasama usaha masing-masing yang tentunya berbeda beda. 

Sebagai penutup, saya selalu ingatkan, TUANGKANLAH SEGALA KESEPAKATAN KERJASAMA USAHA DALAM SEBUAH PERJANJIAN TERTULIS, yang akan mengikat dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut untuk menghindari konflik dan sengketa yang kemungkinan terjadi di kemudian hari tanpa melihat apakah itu keluarga, sahabat apalagi pihak lain sehingga silaturahim dan hubungan baik tetap terjaga.
Demikian penjelasan sederhana saya, semoga bermanfaat.
Salam Semangat
Budi Cahyadi

BMT, Lembaga Keuangan Mikro Syariah Yang Ideal

BMT, Lembaga Keuangan Mikro Syariah Yang Ideal
Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT mempunyai dua sisi kelembagaan yang berbeda, tidak hanya berorientasi pada pengelolaan yang profit tetapi juga mempunyai peran sosial sehingga BMT pada satu sisi menjadikan dirinya dikelola secara professional mengikuti prinsip bisnis, disisi lain tetap membawa misi sosial pada masyarakat, keberadaan BMT ditengah-tengah masyarakat sangatlah dibutuhkan untuk mengangkat derajat para pengusaha kecil/mikro yang tidak terjangkau oleh lembaga perbankan dalam layanan permodalan.

BMT merupakan singkatan dari Baitul Maal wa Tamwil atau dapat ditulis dengan Baitul Maal wa Baitul Tamwil. Secara harfiah Baitul Maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Dari pengertian tersebut memiliki makna yang berbeda dan dampak yang berbeda pula. Baitul Maal merupakan lembaga sosial yang berdampak pada tidak adanya profit atau keuntungan duniawi atau material didalamnya, sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang pengelolaannya harus berjalan dengan prinsip bisnis yakni efektif dan efesien.

Dari uraian diatas dapat diartikan secara menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sebagai sosial. Sebagai lembaga sosial, Baitul Maal memiliki kesamaan fungsi dan perannya dengan Lembaga Amil Zakat ( LAZ ) atau Badan Amil Zakat milik pemerintah, oleh karenanya Baitul Maal ini harus didorong untuk mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut meliputi pengumpulan zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana-dana sosial lainnya serta upaya penyalurannya kepada golongan yang paling berhak menurut ketentuaan asnabiah. { QS. At Taubah 61 ; Sesungguhnya Sedekah ( zakat ) itu diperuntukkan bagi golongan fakir, miskin, para amil(pengurus zakat) , orang-orang mualaf, budak yang akan dibebaskan, orang yang berhutang, guna keperluan dijalan Allah (fi sabilillah) serta orang-orang yang dalam perjalanan. Hal itu merupakan suatu kewajiban dari Allah dan Allah maha Mengetahui lagi maha Bijaksana }

Sebagai lembaga bisnis, BMT memfokuskan pada usahanya di sektor keuangan, yakni simpan-pinjam dengan pola syari’ah. Pengelolaan ini hampir mirip dengan usaha perbankan yaitu menghimpaun dana dari anggota – masyarakat (kegiatan Funding) dan menyalurkannya kepada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan (kegiatan Finding). Namun BMT tidak sama dengan Bank, perbedaannya terutama pada Bank Konvensional baik penghimpunan dana (Tabungan & Deposito/funding) dan penyaluran dana (Pembiayaan/finding) oleh BMT menggunakan pola yang syariah yakni dengan prinsip Bagi Hasil dan prinsip Jual Beli. Kemudian dalam dunia perbankan usaha yang dikelola hanya dibidang jasa keuangan saja (simpan-pinjam) sedangkan pada BMT dapat melakukan difersikasi pada usaha lainnya selain dibidang keuangan, karena BMT bukan Bank tetapi lembaga keuangan non Bank, maka tidak tunduk pada aturan perbankan.

Dari perspektif hukum di Indonesia, sampai saat ini BMT menggunakan badan hukum yang paling memungkinkan adalah dalam bentuk Koperasi baik serba usaha (KSU) atau simpan-pinjam Syariah (KSPS). Dari wacana para praktisi BMT dan keuangan Syariah sangat mungkin dibentuk perundangan tersendiri bagi BMT, mengingat operasional BMT tidak sama persis dengan koperasi, semisal LKM ( Lembaga Keuangan Mikro ) Syariah atau lainnya.

Pada akhir Oktober 1995 di seluruh Indonesia telah berdiri lebih dari 300 BMT, dan setelah berjalan selama satu dekade belakangan ini, di Indonesia, telah berdiri lebih kurang 2000 unit Baitul Maal wat Tamwil yang tersebar di penjuru negeri ini. Dengan demikian, secara ekonomi lembaga BMT akan sangat membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sebagai contoh, apabila 2000 BMT melayani, minimal 1000 orang nasabah, maka sebanyak 2.000.000 penduduk Indonesia dapat dijangkau atau dilayani. Dengan kata lain, dari sisi kuantitas lembaga BMT adalah banyak. Lembaga ini telah menjadi keuangan rakyat, karena keberadaannya yang dekat dengan rakyat. Sebab lembaga ini, tumbuh dan berkembang dari rakyat bawah (grass root). Akan tetapi, jika dilihat dari sisi kualitasnya, maka masih banyak BMT yang memiliki kinerja ( keuangan, sumber daya manusia, maupun aspek lain kelembagaan) yang kurang baik. Jika keadaan ini dibiarkan, maka akan menjadi ancaman berat bagi lembaga tersebut.

Tentunya untuk mengoptimalkan operasional BMT dibutuhkan tenaga SDM yang bekerja sesuai dengan konsep dasar yang dimiliki oleh BMT. Bagi karyawannya bekerja di BMT tidak hanya akan mendapatkan keuntungan secara duniawi tetapi juga sebagai ibadah dan dakwah dalam melaksanakan syariat ekonomi Islam. Terlebih BMT adalah lembaga bisnis dan sosial yang banyak membantu masyarakat sehingga disini tidak hanya dibutuhkan pekerja yang profesional tetapi juga bekerja secara ikhlas, memiliki kejujuran, rasa keadilan ,moralitas dan keagamaan yang baik, sehingga hasil dari kerja tersebut memberikan manfaat bagi orang banyak, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat disekelilingnya.

Beberapa karakter yang dimiliki oleh BMT menjadikannya sebagai lembaga keuangan mikro yang ideal untuk pemberdayaan usaha mikro sekaligus membantu perluasan lapangan kerja bagi masyarakat ekonomi kecil dan menengah. Karakter-karakter tersebut antara lain sebagai berikut :

Pertama. BMT dalam menyalurkan dana (Pembiayaan) bersifat luwes tidak mesti bankable, dengan demikian penyaluran dana dapat menyentuh para pengusah mikro yang tidak terlayani akses permodalan oleh perbankan. Keluwesan disini tetap memperhatikan kelayakan dan kesehatan kredit yang diberikan menurut parameter BMT, karena banyak pengusaha mikro yang sebenarnya layak mendapatkan bantuan kredit tetapi tidak bisa terlayani oleh perbankan disebabkan berbenturan dengan aturan-aturan yang mengikat dalam dunia perbankan,misalnya kelayakan jaminan kredit, memiliki ijin usaha dan persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Disinilah peran BMT agar para pengusaha mikro tersebut tetap mendapatkan akses permodalan, jangan sampai karena tidak mendapatkan kredit di Bank mereka terjebak oleh pinjaman-pinjaman yang diberikan para Rentenir dengan biaya bunga yang sangat tinggi. Sehingga BMT dapat menjadi jembatan penyelamat antara dunia perbankan dan para rentenir yang bunga pinjamannya sangat mencekik para pengusaha mikro.

Kedua. Ciri yang paling melekat pada BMT adalah pelayanan jemput bola, para dai/marketing BMT terjun langsung kelapangan menjemput calon nasabah baik nasabah penabung maupun nasabah pembiayaan. Kebanyakan BMT-BMT di Indonesia memiliki kantor yang terletak di pasar-pasar induk dengan demikian lebih mudah pemasarannya dalam menjemput bola para pedagang kecil yang berjualan di pasar. Proses jemput bola ini akan berdampak baik bagi BMT, yakni akan cenderung memiliki para nasabah yang sehat dari sisi pembiayaan (kredit), karena dengan menjemput bola tersebut para dai/marketing BMT dapat melihat langsung kondisi usaha si pedagang, layak atau tidaknya calon nasabah tersebut mendapatkan kredit pembiayaan dari BMT, tentunya juga dilakukan analisis kelayakan kredit yang lebih mendalam berkaitan dengan usaha yang dibiayai.

Ketiga. BMT adalah Lembaga keuangan yang menerapkan Pola Syariah. Berbeda dengan lembaga keuangan atau perbankan dengan sistem konvensional yang berbasis bunga. Pembiayaan atau penyaluran dana oleh BMT kepada nasabah menggunakan akad Bagi hasil(mudharabah) dan atau Jual Beli(murabahah), sehingga transaksi ini tidak akan mendhalimi kedua belah pihak baik BMT maupun nasabah debitur. Akad bagi hasil akan sama-sama memberikan keuntungan kedua belah pihak karena transaksi ini merupakan transaksi mitra atau kerjasama, bagi hasil yang diberikan tidak tetap tetapi berfluktuatif bisa lebih besar atau lebih kecil berdasarkan penghasilan yang diperoleh nasabah. Sedangkan akad jual beli akan memberikan keamanan bagi kedua belah pihak walaupun suku bunga naik atau turun tidak akan mempengaruhi nilai pembiayaan, karena nilai pembiayaan ditentukan berdasarkan harga beli dan harga jual yang telah disepakati. Nasabah juga tidak dibebankan denda dan finalti bunga yang berganda, sehingga nasabah lebih mudah dan tenang dalam membayar kewajibannya.

Keempat. Walaupun BMT adalah lembaga keuangan syariah yang mengikuti prinsip-prinsip Ekonomi Islam, namun dalam transaksinya tidak hanya melayani khusus umat Islam saja tetapi juga dapat dilakukan kepada siapa pun termasuk dengan orang-orang non muslim. Karena dalam Ekonomi Islam muamalah itu membawa misi Rahmatan lil’Alamin, bahwa membantu dan memberikan atas dasar kasih sayang itu dilakukan kepada seluruh umat manusia bukan hanya umat Islam.

Kelima. BMT adalah lembaga keuangan non Bank, bidang usahanya tidak hanya pada jasa keuangan tetapi juga dapat mengembangkan bidang usaha lainnya, seperti misalnya Toko Waserda, Agen Travel, Toko Baju Muslim dan usaha-usaha lainnya yang dianggap memberikan keuntungan secara halal

Keenam. Seperti yang diuraikan diatas BMT didalamnya mempunyai dua kelembagaan yang berbeda yaitu Bidang Tamwil untuk orientasi profit ekonomi produktif dan bidang Maal untuk orientasi sosial. Dengan memiliki bidang Maal yang sumber dananya berasal dari zakat, infak dan sedekah dapat digunakan BMT untuk menciptakan entrepreneur-entrepreneur baru berasal dari masyarakat yang tidak mampu (tidak memiliki modal dan agunan untuk pinjaman modal). Karena dana maal dapat diproduktifkan kepada mereka sebagai pinjaman modal usaha yang tidak membebankan biaya bunga atau bagi hasil , tanpa harus memiliki agunan untuk usaha yang dibangun . Sehingga ketika mereka telah berhasil mengelola usahanya dan telah memiliki asset yang dapat digunakan sebagai jaminan, status orang-orang ini telah terangkat dari orang-orang yang tidak mampu, tidak punya penghasilan menjadi pengusaha mikro yang berkecukupan, minimal mereka mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dana Maal ini terus digulirkan dan digulirkan kepada yang lain, maka semakin banyak yang terbantu semakin banyak juga mengurangi jumlah penganguran dan masyarakat miskin.

Dari keenam karakter di atas tidaklah naif dikatakan, bahwa BMT adalah Pahlawan Ekonomi Rakyat, karena geraknya untuk rakyat khususnya masyarakat ekonomi kecil dan menengah dimana jumlahnya sangat dominan di negeri ini.

Karena karakternya BMT dapat menjadi lembaga altenatif untuk program pengentasan kemiskinan dan menjadi pilihan sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang Ideal, untuk itu kehadirannya perlu mendapat sambutan dan dukungan dari pihak manapun, Pemerintah, Lembaga-lembaga yang memberikan Permodalan pada keuangan mikro, kalangan Investor, para Ulama, dan masyarakat umumnya.
Wallahu’alam.
Oleh : M. Nur Utomo, SE
Sumber : http://ekonbisyariah.blogspot.com

Konsep Uang Dalam Islam

Konsep Uang Dalam Islam
Sejarah munculnya uang
dakwatuna.com – Sebelum manusia menemukan uang sebagai alat tukar, ekonomi dilakukan dengan menggunakan sistem barter, yaitu barang ditukar dengan barang atau barang dengan jasa. Menurut Syah Wali Allah ad-Dahlawy, (ulama besar asal India yang hidup pada abad 18 M), pada tahap primitif atau kehidupan rimba, manusia telah melakukan pertukaran secarabarter dan melakukan kerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sistem barter ini merupakan sistem pertama kali dikenal dalam sejarah perdagangan dunia. Hal ini terjadi jauh sebelum abad VII M (sebelum masa Nabi Muhammad Saw). Dalam sejarah kuno, binatang ternak pernah menjadi medium pertukaran yang dominan. Tetapi dalam hal ini timbul masalah (kendala), karena ternak adalah barang yang tidak awet dan terlalu besar dijadikan sebagai alat tukar.
Menurut Agustianto dalam buku Percikan Pemikiran Ekonomi Islam (2004) sistem barter banyak menghadapi kendala dalam kegiatan perdagangan dan bisnis. Kendala-kendala itu antara lain, pertama, sulit menemukan orang yang diinginkan. Kedua, sulit untuk menentukan nilai barang yang akan ditukarkan terhadp barang yang diinginkan. Ketiga, sulit menemukan orang yang mau menukarkan barangnya dengan jasa yang dimiliki atau sebaliknya. Keempat, sulit untuk menemukakan kebutuhan yang akan ditukarkan pada saat yang cepat sesuai dengan keinginan. Artinya, untuk memperoleh barang yang diinginkan, memerlukan waktu yang terkadang relatif lama.
Tanpa mata uang sebagai standar harga dan alat tukar maka proses pemenuhan kebutuhan manusia menjadi sulit. Dalam ekonomi barter, transaksi terjadi bila kedua belah pihak mempunyai dua kebutuhan sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang yang dimiliki pihak kedua dan begitu sebaliknya. Misalnya seseorang mempunyai sejumlah gandum, dan membutuhkan onta yang tidak dimilikinya. Sementara orang lain mempunyai onta dan membutuhkan gandum. Maka, terjadilah barter. Tetapi dalam hal ini, berapa banyak gandum yang akan ditukarkan dengan seekor onta, ukurannya belum jelas, harus ada standar.
Menurut Thahir Abdul Muhsin Sulaiman dalam buku ‘Ilajul Musykilah Al-Iqtishadiyah bil Islam, “Dalam mengukur harga barang-barang yang akan dipertukarkan, harus ada standar (ukuran). Dalam kasus di atas, sulit menentukan berapa banyak gandum untuk sesekor unta. Demikian pula, halnya kalau ada orang akan membeli rumah dengan baju, atau budak dengan sepatu, atua tepung dengan keledai. Proses transaksi barter seperti itu dirasakan amat sulit, karena tiadanya ukuran yang jelas mengenai harga suatu barang. Bila ini terjadi terus, maka perekonomian mandeg dan lamban.
Untuk memudahkan kondisi itu, maka Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim dan ukuran harga suatu barang. Misalnya, seekor unta sama dengan seratus dinar, sesekor kambing 20 dinar, segantang gandum 1 dirham, dsb.
Agustianto menuturkan, untuk mengatasi berbagai kendala dalam transaski barter, manusia selanjutnya menggunakan alat yang lebih efektif dan efisien. Alat tukar tersebut ialah uang yang pada awalnya terdiri dari emas (dinar), perak (dirham). Dengan demikian komoditas berharga seperti ternak, diganti dengan logam, seperti emas atau perak. Logam mulia ini mempunyai kelebihan, pertama, logam adalah barang yang awet. Kedua, ia bisa dipecah menjadi satuaan-satuan yang lebih kecil. Ketiga, uang logam emas(dinar) dan perak (dirham) senantiasa sesuai dengan antara nilai intrinsiknya dengan nilai nominalnya. Sehingga ekonomi lebih stabil dan inflasi bisa terkendali. Hal ini sangat berbeda dengan uang kertas yang nilai nominalnya tak seimbang dengan nilai intrinsiknya (nilai materialnya). Sistem ini rawan goncangan krisis dan rawan inflasi (Buku Percikan Pemikiran Ekonomi Islam, 2004)
Imam al-Ghazali mengatakan , bahwa dalam ekonomi barter sekalipun, uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai atau barang. Misalnya unta nilainya 100 dinar dan satu gantang gandum harganya sekian dirham. Dengan adanya uang sebagai ukuran nilai, maka uang berfungsi pula sebagai media pertukaran (medium of exchange). Namun, harus dicatat, bahwa dalam ekonomi Islam, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Uang diciptakan untuk melancarkan pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran barang atau jasa.
Dalam menjelaskan sejarah munculnya uang (alat tukar), Syah Wali Allah ad-Dahlawy mengemukakan teori wisdom (kebijaksanaan). Menurutnya, salah satu kebijaksanaan (wisdom) yang dimiliki manusia, adalah kebijaksanaan mengenai jual beli timbal balik, (pembeli dan penjualan), memberi hadiah-hadiah, sewa-menyewa, memberi pinjaman, hutang dan hipotik. Dengan kebijaksaaan inilah manusia menyadari bahwa pertukaran barang dengan barang (barter) tidak dapat memenuhi kebutuhannya seketika secara baik karena barter memerlukan syarat “kecocokan kedua belah pihak pada saat yang bersamaan” (double coincidence of wants). Oleh karena itu kemudian diperlukan “sesuatu” yang dapat diterima secara umun sebagai media petukaran (medium of exchange) yang sekarang disebut uang.
Sesuatu scbagai medium of exchange ini berkembang dalam berbagai bentuk (Goldfeld (1990, hal 10) mulai dari tanah hat, kulit, garam, gigi ikan, logam, sampai berbagai bentuk surat hutang (termasuk uang kertas). Sesuatu yang disebut uang itu harus dapat diterima masyarakat umum yang menurut lbn Miskawaih (1030M) harus memenuhi syarat-syarat : (1) tahan lama (durability), (2) mudah (convenience) dibawa, (3) tidak dapat dikorup ; (incorruptibility), (4) dikehendaki (desirability), (4) dikehendaki (desirability) semua orang, dan (5) orang senang melihatnya.
Berdasarkan rumusan Ibnu Miskawaih tersebut, maka dari berbagai bentuk “uang” yang disebutkan di atas hanya emas dan peraklah yang memenuhi kelima syarat uang yang dirumuskannya.
Rasulullah Saw telah menetapkan emas dan perak sebagai uang. Beliau menjadikan hanya emas dan perak saja sebagai standar uang. Standar nilai barang dan jasa dikembalikan kepada standar uang dinar dan dirham ini. Dengan uang emas dan perak inilah semua bentuk transaksi dilangsungkan. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk uqiyah, dirham, mitsqal dan dinar. Semua ini sudah dikenal dan sangat masyhur pada masa Nabi saw, di mana masyarakat Arab telah mempergunakannya sebagai alat tukar dan ukuran nilai dalam transaksi.
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa, di masa awal Islam, mata uang yang digunakan adalah dinar dan dirham. Fakta sejarah telah membuktikan hal ini. Di salah satu museum di Paris, dijumpai koleksi empat mata uang peninggalan Khilafah Islam. Salah satu diantaranya sampai saat ini, dianggap satu-satunya di dunia sebagai peniggalan sejarah mata uang. Mata uang itu dicetak pada masa pemerintahan Ali Ra. Sementara tiga lainnya adalah mata uang perak yang dicetak di Damaskus dan Merv sekitar tahun 60-70 Hijriyah..
Di masa khalifah Umar dan Usman,mata uang telah pula dicetak dengan mengikuti gaya dirham Persia, dengan perubahan pada tulisan yang tercantum di mata uang tersebut dengan tulisan Arab. Memang, di awal pemerintahan Umar pernah timbul pemikiran untuk mencetak uang dari kulit, namun dibatalkan, karena tidak disetujui para sahabat yang lain, dengan alasan tidak terlalu awet dan intrinsiknya tidak bisa menyamai emas dan perak.
Mata uang khilafah Islam yang mempunyai ciri khusus, baru dicetak pada masa pemerintahan Imam Ali r.a. Namun sayang, peredarannya sangat terbatas, karena kondisi politik ketika itu amat tidak stabil. Kosentrasi khalifah saat itu lebih terpokus pada persoalan politik yang kacau seperti perang unta dan perang siffin.
Mata uang gaya dirham Persia dicetak dengan gambar pedang Irak pada masa Muawiyah, dan anaknya Ziyad. Mata yang beredar saat itu belum berbentuk bulat seperti uang logam sekarang ini. Baru pada zaman Ibnu Zubair, mata uang dengan bentuk bulat ini dicetak, namun peredarannya terbatas di Hijaz. Sedangkan Mus’ab, Gubernur Kufah mencetak dengan dua macam gaya, ada gaya Persia dan ada gaya Romawi.
Pada 72-74 H Bishri bin Marwan mencetak mata uang yang disebut atawiyya. Sampai dengan zaman ini mata uang khilafah beredar bersama dengan dinar Romawi, dirham Persia dan sedikit himyarite Yaman. Baru pada zaman Abdul Malik (76 H), pemerintah mendirikan tempat percetakan uang, antara lain di Dara’bjarb, Suq Ahwaz, Sus, Jay dan Manadar, Maysan, Ray dan Abarqubadh, dan mata uang khlifah dicetak secara terorganisasi dengan kontrol pemerintah.
Nilai uang ditentukan oleh beratnya. Mata uang dinar mengandung emas 22 karat dan terdiri atas pecahan setengah dinar dan sepertiga dinar. Pecahan yang kecil didapat dengan memotong mata uang. Imam Ali misalnya, pernah membeli daging dengan memotong dua karat dari dinar (Hadits Riwayat Abu Daud). Dirham terdiri dari beberapa pecahan nash (20 dirham), nawat (5 dirham), dan sha’ira 1/60 dirham.
Nilai tukar dinar-dirham relatif stabil pada jangka waktu yang paling panjang dengan kurs dirham 1:10. artinya 1 dinar sama dengan 10 dirham. Satu dinar terdiri dari 22 karat, sedangkan satu dirham terdiri dari 14 karat. Pada masa Umar nilai dirham menguat, apabila di masa Nabi 1 dirham senilai dengan 10 dirham, maka di masa Umar bin Khattab, 10 dinar senilai dengan 7 dirham.
Reformasi moneter pernah dilakukan oleh Abdul Malik, yaitu dirham diubah menjadi 15 karat (bukan lagi 14 karat) dan pada saat yang sama, satu dinar dikurangi berat emasnya dari 4,55 gram menjadi 4,25 gram. Di zaman Ibnu Faqih (289 H), nilai dinar menguat menjadi 1;17, namun kemudian stabil pada kurs 1:15.
Setelah reformasi moneter Abdul Malik, maka ukuran-ukuran nilai adalah sebagai berikut : satu dinar 4,25 gram, satu dirham, 3,98 gram, satu uqiyya setara 90 mitsqal, satu qist 8 ritl (liter), setara setengah sha’, satu qafiz 6 sha’ setara ¼ artaba, satu wasq 60 sha’, satu jarib 4 qafiz.
Sungguh mengejutkan ternyata seribu tahun kemudian kurs 1:15 ini juga berlaku di Amerika Serikat 1792-1834 m. Berbeda dengan langkah reformasi moneter yang diambil Abdul malik, Amerika tetap mempertahankan kurs ini walaupun di negara-negara erofa nilai mata uang emas menguat pada kisaran kurs 1:15,5 sampai 1:16,6. wal hasil, mata uang emas mengalir keluar dan mata uang biasa mengalir masuk Amerika. Kejadian drives out bad money atau uang kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik.
Lima ratus tahun sebelumya (1263-1328 M), ulama Islam Ibnu Taymiyah yang hidup di zaman pemerintahan Mamluk telah mengalami situasi di mana mata uang telah beredar dalam jumlah besar dengan nilai kandungan logam mulia yang berlainan satu sama lain.
Pada saat itu beredar tiga jenis uang : dinar (emas), dirham, (perak) dan fulus (tembaga). Peredaran dinar sangat kadang mengilang, sedangkan yang beredar luas adalah fulus. Fenomena inilah yang dirumuskan Ibnu Taymiyah bahwa uang dengan kualitas rendah (fulus) akan menendang uang keluar kualitas baik (dinar, dan dirham).
 
Di zaman Ibnu Taymiyah hidup, pemerintahan Mamluk ditandai dengan tidak stabilnya hidup. Pemerintahan Mamluk ditandai dengan tidak stabilnya sistem moneter, karena banyaknya fulus yang beredar atau meningkatnya jumlah tembaga dalam mata uang menggantikan dirham. Hal serupa juga terjadi di zaman modern ini. Kerusakan sistem moneter modern telah menimbulkan krisis di banyak negara dan infalsi yang menggila. Kerusakan sistem moneter itu terletak pada penggunaan uang kertas yang melampaui batas. Uang kertas dicetak sebanyak-banyaknya tanpa memiliki batasan atau standar cadangan emas yang dimiliki. Karena itu, semenjak standar emas dihapuskan tahun 1971 oleh Richard Nixon, berbagai negara berulang kali mengalami krisis, termasuk Indonesia.
Sistem uang kertas yang baru berlangsung sekitar 300 tahun, telah terbukti menimbulkan banyak bencana di berbagai negara. Sedangkan mata uang dinar dan dirham yang telah berlangsung lebih dari 3000 tahun terbukti dalam sejarah tidak menimbulkan bencana krisis moneter, sebab nilai nominalnya dan kondisi ini tidak mengundang spekulasi dengan margin trading, seperti sekarang ini.
Untuk kembali kepada penggunan uang emas dan perak, merupakan sesuatu yang amat sulit. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah cadangan emas dan perak. Akibatnya, kebutuhan transaksi dalam perekonomian yang cepat berakselerasi, tidak sebanding dengan cadangan emas yang tersedia. Petumbuhan aktivitas ekonomi yang semakin banyak dan sangat beragam. Jelas tidak mungkin dapat diimbangi dengan sejumlah produksi emas yang dapat dihasilkan oleh tambang-tambang di seluruh dunia. Kondisi inilah yang membuat percetakan uang kertas tidak lagi perlu dijamin oleh cadangan emas atau logam mulia.
Realitas ini, selanjutnya mengundang terjadinya bisnis spekulasi mata uang yang disebut dengan transaksi maya. Uang telah dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan, bukan untuk kebutuhan sektor riel. Padahal, dalam konsep ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas, karena itu ekonomi Islam dengan tegas melarang spekulasi mata uang.
B. Fungsi Uang Menurut Syariah Islam
Dari uraian di atas terlihat bahwa menurut ekonomi Islam, uang di pandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditas. Selain sebagai alat tukar, uang juga berfungsi sebagai pengukur harga (standar nilai), hal ini sesuai denbgan definsi uang yang dirumuskan Taqyuddin An-Nabhani, dalam buku An-Nizham Al-Iqtishadi Al-Islami. Menurutnya uang adalah standar nilai pada barang dan jasa. Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam, uang di defenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur harga setiap barang dan jasa.
Diterimanya peranan uang ini, secara luas, dengan maksud untuk mempermudah proses transaksi, sebagai alat ukur dan menghapuskan ketidakadilan dan kezaliman dalam ekonomi tukar-menukar. Karena ketidakadilan dalam ekonomi barter, digolongkan sebagai riba fadhal. Barter adalah sebuah metode pertukaran yang tidak praktis dan umumnya menunjukkaan banyak kepicikan dalam mekanisme pasar. Jadi, dibutuhkan sebuah sistem penukaran tepat guna yang praktis, yakni uang.
Kemudian, karena majunya peradaban, uang dikembangkan sebagai ukuran nilai dan alat tukar. Nabi Muhammad saw menyetujui penggunaan uang sebagai alat tukar. Beliau tidak menganjurkan barter, karena ada beberapa praktek yang membawa kepada ketidakadilan dan penindasan. Barter hanya diterima dalam kasus terbatas. Nabi menasehatkan agar menjual sebuah produk dengan uang, dan membeli produk yang lain dengan harganya
Dengan demikian, ajaran Islam sangat mendukung tungsi uang sebagai media petukaran (medium of exchange) karena banyak hadis-hadis Rasulullah yang tidak menganjurkan barter tetapi sangat menganjurkan terjadinya transaksi jual beli antara uang dihadapkan dengan barang dan jasa. Contoh hadis yang secara gamblang dijumpai pada Hadis Shaih Muslim, sebagai berikut :
حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ بِلَالٌ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَيْنَ هَذَا فَقَالَ بِلَالٌ تَمْرٌ كَانَ عِنْدَنَا رَدِيءٌ فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ لِمَطْعَمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عِنْدَ ذَلِكَ أَوَّهْ عَيْنُ الرِّبَا لَا تَفْعَلْ وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ التَّمْرَ فَبِعْهُ بِبَيْعٍ آخَرَ ثُمَّ اشْتَرِ بِهِ *
Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Kurma dari mana ini ?” Jawab Bilal, “Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW.” Maka bersabda Rasulullah SAW, lnilah yang disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.”
Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, Abu Said Al Kudri menegaskan anjuran jual beli dari pada barter : “Ternyata Rasulullah SAW, tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan system barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti itu karena ada unsur riba didalamnya”.
Peranan uang sebagai alat tukar dan alat ukur juga tampak dari hadits Nabi Saw, yaitu ketika beliau mewajibkan zakat atas aset moneter (emas dan perak). secara tidak langsung Nabi mengatakan, bahwa uang sebagai faktor produksi mempunyai potensi untuk berkembang melalui usaha-usaha produktif yang riil.
Apabila uang diterima sebagai pilar produksi, maka ketentuan pengambilan manfa’at keuntungan (hasil), tidak boleh ditentukan di awal tanpa melihat hasil realisasi produksi tersebut. Penetapan porsi keuntungan di awal adalah riba dan bersifat tidak adil. Karena itu Islam menkonsepsikan bagi hasil dalam dunia bisnis.
Islam juga telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum syariah, seperti dalam jinayat (pidana). Ketika Islam mewajibkan diyat, Islam telah menentukan diyat tersebut dengan ukuran tertentu dalam bentuk emas.
Rasulullah pernah menyatakan di dalam surat beliau yang dikirimkan kepada penduduk yaman ; Bahwa di dalam pembunuhan jiwa itu terdapat diyat berupa 100 ekor unta, dan terhadap pemilik emas (ada kewajiban) sebanyak 1000 dinar. (HR. Nasai dan Amri bin Hazam).
Ketika Islam mewajibkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian, Islam juga menentukan ukuran tertentu dalam bentuk emas, yaitu seperempat dinar. ). Sabda Rasulullah Saw “Tangan itu wajib dipotong apabila mencuri ¼ dinar atau lebih” (H.R. Bukhari dari Aisyah).
Ketentuan hukum di atas menunjukkan bahwa dinar, dirham dan mitsqal merupakan satuan uang yang digunakan untuk mengukur (menghitung) nilai barang dan jasa. Jadi, satuan dinar dan dirham inilah yang menjadi uang yang berfungsi sebagai ukuran harga barang dan sekaligus sebagai alat tukar.
Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nation, seorang Islam bernama al-Ghazali (w.1111 M), telah membahas fungsi uang dalam perekonomian.
Secara panjang lebar, ia membahas fungsi uang dalam bab “syukur” pada kitab Ihya Ulumuddin. Dalam Bab itu ia mengatakan, “Di antara ni’mat Allah ialah berlakunya dinar dan dirham. Dengan dinar dan dirham itu, kehidupan dunia bisa diatur, padahal keduanya tak lebih dari logam, yakni barang yang pada asalnya tidak berguna apa-apa. Tetapi semua orang tertarik pada kedua mata uang itu, sebab setiap orang membutuhkan bermacam-macam barang untuk makan, pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lainnya”.
Uraian-uraian Al-Gahzali berikutnya, tentang konsep-konsep ekonomi Islam, sungguh menakjubkan. Tapi sayang, banyak di antara umat Islam yang mengutip dan menelaah aspek tasawufnya, tanpa mengkaji secara utuh isi kitab itu, sehingga wacana ekonomi Islam terabaikan.
Pemikiran Al-Ghazali yang juga cukup menakjubkan tentang fungsi uang adalah teorinya yang menyatakan bahwa uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. (Ihya, 4 : 91-93). Maksudnya, uang tidak memiliki harga (intrinsik) tetapi dapat dapat merefleksikan semua harga. Atau dalam istilah ekonomi klasik dikatakan, uang tidak memberi kegunaan langsung (direct utility function). Hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang, barulah barang itu memiliki kegunaan.
Dalam teori ekonomi klasik dikatakan, kegunaan uang timbul dari daya belinya. Jadi uang memberikan kegunaan tidak langsung (indirect utility function). Apapun debat para ekonom Barat tentang konvensi ini, kesimpulannya tetap sama dengan al-Ghazali, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
 
Merujuk pada Al-Qur’an, al-Ghazali mengecam orang yang menimbun uang. Orang demikian, dikatakannya sebagai penjahat. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka ini dikatakannya sebagai orang yang bersyukur kepada sang pencipta Allah Swt, dan kedudukannya lebih rendah dari orang yang menimbun uang. Menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Sedangkan meleburnya berarti menariknya dari peredaran untuk selamanya.
Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Ini berarti memperkecil terjadinya transaksi sehingga perekonomian lesu. Adapun peleburan uang, sama saja artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.
Dalam ekonomi Islam sebagaimana dijelaskan al-Ghazali, fungsi uang adalah sebagai media pertukaran dan standar harga barang. Siapa yang menggunakan uang tidak sesuai dengan fungsinya, bererti dia telah kufur nikmat dalam penggunaan uang. Menimbun uang merupakan tindakan tercela dalam perspektif ekonomi Islam, karena ia telah memenjarakan uang dan mencegah fungsi sebenarnya. Kata al-Ghazali, penimbunan uang persis seperti orang yang memenjarakan hakim kaum muslimin, sehingga kelancaran perasidangan hukum terhambat. Kalau uang itu disimpan saja, maka hikmat-hikmatnya pun akan hilang dan tujuan dari adanya uang itu tidak terwujud.
 
Dinar dan dirham dalam ekonomi Islam, bukan dikhususkan untuk individu-individu tertentu, tetapi dinar dan dirham diciptakan supaya beredar di antara manusia, lalu menjadi hakim di antara mereka, menjadi standar harga dan alat tukar.
Pilihan kepada uang emas sebagal alat tukar yang mempunyai nilai melekat pada zatnya (nilai intrinsik) sama dengan nilai rielnya, nyatanya berlaku di seluruh dunia selama berabad-abad lamanya.
Fungsi uang sebagai satuan nilai (unit of account), di mana uang berfungsi sebagai standar alat ukur atas suatu barang dan jasa menimbulkan konsequensi uang menjadi mempunyai daya beli. Uang Dinar emas dan Dirham perak akan tetap mempunyai daya beli apabila uang-uang tersebut masih tetap dalam standar kualitasnya. Kualifikasi Dinar dan Dirham klasik sesuai hukum Islam yang dibakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab adalah mas 22 karat seberat 4,25 gram dengan diameter 23 mm dan perak murni seberat 3 gram dengan diameter 25 mm. Sedang nisabnya masing-masing adalah 1 untuk Dinar berbanding 10 untuk Dirham. Untuk saat sekarang ini standarisasi Dinar dan Dirham dilakukan oleh World Islamic Trade Organization (WITO)
Dalam ekonomi Islam, peredaran uang palsu sangat dikecam. Pada zaman klasik Islam, khususnya masa al-Ghazali, uang palsu dipandang sebagai uang yang kandungan emas/peraknya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. al-Ghazali mengatakan, mencetak atau mengedarkan uang sejenis ini lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Karena mencuri adalah satu dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus menerus berulang setiap kali uang itu dipergunakan, dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu lama. Begitulah cerdasnya al-Ghazali, jauh sebelum ekonom Barat tampil, dia sudah memiliki pemikiran yang cemerlang tentang fungsi uang, penimbunan uang, dan implikasi uang palsu.
Selanjutnya, al-Ghazali membahas konsep ekonomi Islam tentang jenis mata uang. Beliau membolehkan peredaran mata uang yang sama sekali tidak mengandung emas dan perak, asalkan pemerintah menyatakan sebagai alat bayar resmi (Ihya, 4:192).; Oleh: Drs. Agustianto, M.Ag

KANDIDAT JENIS BARU TAMBORA

KANDIDAT JENIS BARU TAMBORA
Rabu, 13 Mei 2015
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang mengikuti Tim Ekspedisi NKRI di Gunung Tambora menemukan 6 spesies fauna baru dan 1 spesies flora baru. Tim juga menginventarisasi berbagai jenis flora dan fauna endemis serta makhluk mikrobiologi yang mengungkap sebagian kekayaan alam setempat. Temuan itu dipaparkan Koordinator Peneliti LIPI pada Ekspedisi NKRI Cahyo Rahmadi beserta timnya serta Letkol (Inf) Yuri Elias Mamahi yang mewakili TNI AD, Selasa (12/5) di Jakarta. LIPI menurunkan 14 peneliti bidang serangga, reptil/amfibi, flora, mikrobiologi, ekologi, dan dua peneliti Kebun Raya Purwodadi. Temuan spesies baru itu didapat dari 2 spesies cicak hutan (Cyrtodactylus sp), 2 spesies ngengat (Ernolatia sp dan Xyleutes sp), 2 spesies arachnida (Sarax sp dan Stylocellus sp), dan 1 spesies tumbuhan (Monophyllaea). “Temuan ini akan memberikan kontribusi pada pengetahuan keanekaragaman hayati di Indonesia, khususnya Gunung Tambora,” kata Enny Sudarmonowati, Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, dalam kesempatan terpisah. Cahyo mengatakan, penelitian lapangan 16-30 April 2015, yang bertepatan dengan peringatan 200 Tahun Letusan Besar Tambora, menghasilkan 230 spesies ngengat (kupu-kupu malam), 10 arachnida (laba-laba), 27 hymenoptera (tawon), 21 reptilia, 4 amfibi, 46 burung, dan 10 mamalia (termasuk musang dan kelelawar). Peneliti flora mengoleksi 393 spesimen tumbuhan dari 250 jenis tumbuhan yang terdiri dari 13 fungi (jamur), 9 bryophyte (lumut), 5 lichen, 56 pteridophyte (paku-pakuan), 168 jenis gymnospermae dan angiospermae, serta mengoleksi 68 nomor koleksi hidup untuk Kebun Raya Purwodadi. Temuan-temuan itu melengkapi inventarisasi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Barat. Kajian BKSDA untuk mengkaji kelayakan Gunung Tambora sebagai taman nasional yang ditetapkan pemerintah pada April 2015. “Menurut kami, sangat layak Gunung Tambora, terutama dari jalur pendakian Kawinda Toi, jadi taman nasional. Kondisi hutan masih bagus. Tak seperti jalur pendakian lain, seperti Pancasila yang sebagian sudah hutan produksi dan Doro Peti yang sudah dilalui mobil jip,” kata Cahyo. Asep Sadili, peneliti ekologi, menjelaskan, kondisi kekayaan flora dalam setengah hektar mencapai 22 spesies. Kondisi ini sangat baik dengan flora jenis Elaeocarpus batudulangi sebagai spesies endemik. Flora itu memiliki karakter mayoritas daunnya menguning dan gugur, ciri hutan daerah kering. LIPI juga menemukan 6 jenis burung endemis dan 3 burung migran. Jenis burung endemis itu di antaranya cekakak tunggir putih (Caridonax fulgidus) dengan paruh oranye. Cahyo yang mengkaji kalacemeti mengatakan, temuan arachnida (laba-laba) jenis stylocellus merupakan catatan penemuan pertama di Lesser Sunda. Ia menemukan serangga kecil itu pada ketinggian 600 meter di dedaunan dan kayu lapuk. Kepastian jenis baru Awal Riyanto, peneliti reptil dan amfibi, yakin dua cicak hutan di Tambora itu jenis baru. Bentuk jarinya seperti busur/melengkung. Dari ciri-ciri morfologi, dua spesies tersebut diketahui sangat berbeda dengan lima spesies cicak hutan yang tercatat menghuni Lesser Sunda. Kepastian spesies baru itu, dalam ilmu taksonomi ditentukan ketika penelitian dimuat dalam jurnal ilmiah. Waktunya bisa 3 bulan hingga 2 tahun tergantung dari peneliti dan editor atau keputusan para ahli internasional. Sementara itu, peneliti mikrobiologi Heddy Julistiono mengoleksi 41 isolat bakteri asam laktat dari tumbuhan Ficus rasemosa, Uvoria sp, Pittosporum moluccanum, Stephania japonica, Rubiaceae, dan Cambretum sp. Temuan tersebut masih akan diteliti lebih lanjut untuk mengetahui sifat probiotik yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan antimikroba, peningkatan ketahanan tubuh, antikanker, dan aktivitas sel saraf. (ICH)………SUMBER, KOMPAS, RABU 13 MEI 2015, HALAMAN 14

Bukan Profesi Biasa

Bukan Profesi Biasa
dakwatuna.com – Teringat beberapa hari silam, ketika saya dan seorang sahabat yang juga rekan kerja sedang kilas balik tentang teman-teman kami yang karirnya terlihat sukses dan nampak ternama. Kemudian sahabat ini berkata:
“Kita mah bukan siapa-siapa ya, bu..”
“Cuma seorang guru saja” lanjutnya.
—–
Lalu entah mengapa setelah itu saya selalu terpikirkan kata-kata sahabatku itu. Benarkah profesi seorang guru itu bukan profesi apa-apa?
Sambil terpikirkan hal tersebut, saya jadi teringat suasana ketika saya upgrading di sekolah. Pada saat itu hadir seorang pembicara, seorang pengajar senior dari suatu SDIT. Beliau membahas tentang berharganya sebuah ilmu dan berharganya seorang guru. Di sesi itu beliau bercerita bahwa pada saat Negara Jepang terkena bom di wilayah Hirosyima dan Nagasaki, yang lebih dulu ditanya oleh pemerintahnya adalah berapa orang guru yang masih hidup. Begitupun pada zaman sahabat Rasulullah, ketika seorang anaknya sudah bisa membaca lancar surat Al Fatihah, ayahnya bersegera menghampiri sang guru dan diberinya hadiah.
Dalam konteks ini, saya tidak bermaksud membahas bahwa seorang guru harus dibayar mahal loh.. ataupun seorang guru harus dihargai secara berlebih-lebihan, Tidak! Namun dalam hal ini yang jadi pertanyaan, benarkah seorang guru adalah suatu profesi yang remeh temeh? Benarkah profesi guru merupakan profesi yang biasa-biasa saja?
Jika Pemerintah Jepang saja ketika awal kehancuran Jepang setelah tekena bom langsung mengidentifikasi berapa jumlah guru, berarti ada suatu yang istimewa dari profesi ini. Hal itu menandakan untuk membangun kembali suatu bangsa perlu juga ada yang membangun sumber daya manusianya, yakni guru.
Bahkan dalam Islam profesi ini begitu berarti hingga ketika seorang guru mengajarkan suatu kebaikan, saat itu pula Allah, malaikatNya, penduduk langit dan bumi, semut di sarangnya serta ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuknya.
“Sesungguhnya Allah, para malaikat Nya, penduduk langit dan bumi sampai pun semut di sarangnya dan ikan di lautan turut mendoakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” HR at-Tirmidzi.
Dan seorang guru bukan hanya guru, yang mengajarkan suatu ilmu lalu selesai. Tetapi seorang guru juga adalah:
Seorang pembelajar di mana seorang guru pun dituntut untuk memperbarui wawasannya sebagai bekal pengajaran untuk peserta didiknya.
Seorang administrator yang harus melengkapi beberapa administrasi yang berkaitan dengan pengajaran seperti rencana pembelajaran, program tahunan, program semester, dll.
Seorang pembimbing yang mengarahkan kebaikan kepada peserta didiknya. Dan tak ayal seorang guru laksana orang tua peserta didik di sekolah yang pastinya juga menginginkan hal yang terbaik dari aspek kognitif, psikomotor, dan afektif siswa.
Seorang supervisor yang melakukan monitoring terhadap perkembangan peserta didik baik perkembangan sikap maupun kebisaannya ketika belajar di kelas.
Seorang manajer, sang pengelola kelas. Dalam hal ini juga guru diharapkan dapat melihat minat dan bakat peserta didik agar kelak mereka mampu berkembang sesuai bakat dan minatnya
Seorang observer, pengamat perkembangan peserta didik di sekolah.
Seorang konselor, atau teman diskusi ketika orang tua murid butuh masukan atau ada permasalahan tentang peserta didiknya yang harus diatasi.
Seorang motivator dan inspirator yang mampu membangkitkan semanagat siswa untuk melakukan berbagai hal kebaikan serta menjadi role model (contoh) yang menginspirasi terhadap kebaikan tersebut.
Bahkan di beberapa kesempatan guru juga adalah seorang pengkisah, seorang penulis soal, dan seorang seniman.
Begitu multitasking-nya peran seorang guru, hingga saya rasa profesi ini bukan profesi biasa. Dan semoga seorang guru juga bisa Allah mampukan untuk menjadi guru terbaik untuk peserta didiknya. Seorang guru yang ketika di depan menjadi teladan (Ing ngarso sung tulodo), ketika di tengah bisa membangkitkan semangat (Ing madya mangun karso), dan terus memberikan dorongan moral dan semangat bagi peserta didiknya (Tut wuri handayani).
Nina Rosalina 14 Mei 2015

Bangkit atau Mundurkah Islam Hari Ini?

Bangkit atau Mundurkah Islam Hari Ini?
dakwatuna.com – Kaum muslimin hari ini sedang mengalami berbagai cobaan. Dunia Islam semakin memanas karena berkembangnya paham rusak seperti hedonisme, sekularisasi, liberalisasi dan masih banyak lagi. Di lain sisi mulai terlihat gerakan-gerakan dakwah yang mulai menguat semenjak runtuhnya kekhalifahan Turki pada tahun 1924. Misalnya gerakan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Muhammadiyah, NU dan lainnya. Selain itu, banyak bermunculan berbagai rumah pendidikan Islam yang menghasilkan generasi berkualitas. Sehingga ada yang bertanya “Islam sedang bergerak menuju kepada kemunduran atau kemajuan?”
Indonesia adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Maka coba kita perhatikan kehidupan bapak-ibu kita beberapa puluh tahun ke belakang. Budaya sopan-santun, menjaga diri dari zina dan pakaiannya sopan masih melekat kala itu. Bagaimana dengan hari ini? Perzinahan, pakaian mini, aborsi, hilangnya sopan-santun, tawuran hingga pemikiran sesat tersebar di sudut-sudut kota. Seolah-olah ini merupakan pemandangan yang sudah biasa di masyarakat. Lalu apakah ini menandakan kemunduran umat Islam? Tapi coba kita perhatikan lagi kehidupan pemahaman Islam di zaman ibu-bapak kita. Jilbab seolah-olah dilarang dan sangat sedikit yang memakai jilbab padahal jilbab wajib bagi muslimah. Majelis ilmu sulit sekali ditemukan bahkan sampai membuat kelompok majelis ilmu secara sembunyi-sembunyi jika ingin mempelajari Islam lebih dalam. Bagaimana dengan hari ini? Rumah tahfizh menjamur, majelis ilmu dapat kita temui di berbagai penjuru, jilbab sudah menjadi pemandangan yang biasa, gerakan-gerakan dakwah pun semakin kuat. Lalu apakah ini tanda dari kemajuan Islam?
Mari kita sedikit menyimpulkan bahwa di zaman orang tua kita beberapa puluh tahun yang lalu kehidupan kala itu begitu datar. Kerusakan moral juga tidak, pemahaman tentang Islam juga tidak. Keburukan tidak begitu besar dan kebaikan juga tidak begitu tampak. Beda sekali dengan hari ini. Tayangan televisi yang rusak merebak, perzinahan adalah wajar, rusaknya akhlak hingga tawuran merajalela di negeri mayoritas Islam. Di sisi lain gerakan dakwah, majelis Ilmu, pendidikan Islam juga semakin progresif.
Puncak keburukan dan kebaikan seolah-olah mulai berkumpul di zaman ini. Itu semua mempengaruhi generasi-generasi muda yang akan memimpin negeri ini kelak. Puncaknya mungkin ketika generasi ini dewasa dan menggantikan generasi ibu-bapaknya. Dunia mulai panas, hari ini yang jahat dan baik bagaikan sedang dalam persiapan untuk mengumpulkan pasukan perang yang akan bertemu pada generasi setelah ini. Para penjahat berhasil membuat banyak pasukan yang rusak dan jahat. Para pejuang Islam pun tak kalah dengan menciptakan banyak generasi Qurani dan tangguh.
Kehidupan hari ini (zaman kita) seperti masa transisi dan puncaknya ada di generasi setelah kita. Generasi buruk dan baik yang terbentuk hari ini akan bertemu di masa depan. Ketika masa itu datang sepertinya dunia ini akan panas… ya, panas. Dua kekuatan besar (buruk dan baik) akan bertemu. Jika itu benar, tidakkah kita mencoba menyiapkan generasi terbaik untuk masa depan kelak?
Radin Pendriya 14 Mei 2015

Konsep Ta’awun (Tolong Menolong) dalam Asuransi Syariah

Konsep Ta’awun (Tolong Menolong) dalam Asuransi Syariah

dakwatuna.com – Islam merupakan suatu agama yang memilki ajaran yang lengkap. Dengan bersumber kepada Alquran dan Hadits sebagai landasan hukum syariat, Islam mengatur seluruh sistem kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum Minallah) maupun hubungan dengan manusia (Hablum Minannas). Dalam hal berhubungan dengan manusia (Sosialisasi/Muaamalah) Islam memiliki konsep yang bernama ta’awun (Tolong menolong) sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah: 2
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksaNya.
Dalam setiap aktivitas kehidupan, Islam memiliki batasan-batasan yang terkandung dalam Quran dan Hadits. Begitu juga dalam tolong-menolong, Islam hanya membatasi tolong-menolong dalam hal kebaikan yang akan membawa maslahat serta memperoleh ridho dari Allah SWT. Dengan adanya sikap tolong-menolong, maka sesuatu yang sulit akan terbantu menjadi mudah, ukhuwah pun akan semakin erat di antara manusia.
Islam memiliki ajaran dalam berbagai bidang, baik bidang ibadah maupun muamalah. Dalam hal ini nilai taawwun (tolong-menolong) dalam bidang muaamalah akan tercermin pada akad-akad muamalah yang termasuk dalam akad tabarru’ (akad sosial) seperti akad qord (Pinjam-meminjam), Hiwalah (pemindahan piutang), Wakalah (Mewakilkan), Hibah (Hadiah) dan akad lainnya
Dalam praktek muamalah kontemporer ada suatu perusahaan yang memiliki tujuan untuk mengumpulkan dana masyarakat yang kemudian dana tersebut di kelola untuk kepentingan bersama, kemudian perusahaan tersebut mendapatkan ujroh (Fee) atas pengelolaan dana tersebut. Perusahaan tersebut adalah Asuransi syariah.
Asuransi merupakan sebuah lembaga/perusahaan yang kegiatannya adalah mengumpulkan premi (Iuran Peserta Asuransi) yang nanti nya dari dana tersebut akan berfungsi untuk memberikan ganti rugi yang di sebabkan oleh kerugian, kerusakan, kehilangan, kecelakaan dan meninggal dari peristiwa yang tidak dapat di pastikan. Ada dua kateogri perusahaan asuransi. Pertama, Asuransi Konvensional. Kedua, Asuransi Syariah. Dalam asuransi konvensional seluruh dana peserta (premi) yang dibayarkan akan menjadi pendapatan perusahaan asuransi, karena ia menggunakan akad jual beli, di mana terjadi transfer risiko atau pemindahan risiko dari peserta asuransi kepada perusahaan asuransi, dalam hal ini perusahaan asuransi menjual risiko kepada peserta asuransi, sehingga terjadi pemindahan risiko dari peserta ke perusahaan asuransi. Hal ini diharamkan menurut jumhur ulama. Karena objek yang diperjualbelikan bersifat ghoror (Tidak jelas) baik jenis nya maupun kuantitasnya, maka tidak tepat jika perusahaan asuransi menggunakan akad jual beli. Sebagai seorang muslim yang bijak, kita tidak sama sekali meninggalkan praktek asuransi, karena Islam pun telah mengatur praktek asuransi yang sesuai dengan sumber hukum Alquran dan hadits.
Asuransi tersebut bernama Asuransi syariah. Asuransi syariah memiliki pengertian, yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang (peserta asuransi) dengan akad tabaruu (tolong menolong) yang di amanahkan atau di wakilkan kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana tersebut. Seluruh dana yang terkumpul dari peserta asuransi tidak menjadi pendapatan perusahaan asuransi, akan tetapi menjadi dana peserta secara keseluruhan yang bernama dana tabarru peserta (dana tolong menolong peserta). Perusahaan asuransi hanya memperoleh upah (Fee) atas pengelolaan dana tersebut. Konsep tolong menolong yang terkandung dalam asuransi syariah adalah Adanya dana tabarru (tolong menolong) di antara peserta asuransi untuk berbagi risiko/ menanggung risiko secara bersama-sama(Sharing of risk). jika ada salah satu peserta yang mengalami kerugian, kecelakaan atau kematian, maka dana tersebut dapat di gunakan untuk membantu nya. Atau dalam istilah asuransi disebut dengan klaim. Maka para peserta sudah ridho, jika dana yang terkumpul dihibahkan (diberikan) kepada peserta lain yang mengalami kerugian, kecelakaan ataupun kematian. Dari sikap tersebut, sangat tampak nilai sosial dan nilai ibadah para peserta asuransi, karena dengan menggunakan akad tabarru (tolong menolong), mereka dapat membantu peserta yang lain untuk menanggung risiko, di mana dana tersebut memang di hibahkan kepada peserta yang mengalami kerugian. Semoga kita dapat mengambil hikmah dengan adanya praktek asuransi syariah, karena di dalam nya mengandung nilai-nilai sosial yang dapat menumbuhkan semangat untuk tolong-menolong antar sesama.
Bany Ahmad Djaelani 14 Mei 2015

KAMMI UPI Gelar Kajian Tentang “Sekularisasi dan Liberalisasi Pendidikan”

KAMMI UPI Gelar Kajian Tentang “Sekularisasi dan Liberalisasi Pendidikan”

Kajian pemikiran Islam yang digelar oleh KAMMI Komisariat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selasa (5/5/2015), di masjid Al-Furqon UPI dengan tema “Sekularisasi dan Liberalisasi Pendidikan”. (Fajar Romadhon)
dakwatuna.com – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menggelar kajian pemikiran Islam, Selasa (5/5/2015). Tema  yang dibahas adalah “Sekularisasi dan Liberalisasi Pendidikan”. Kajian digelar di masjid Al-Furqon UPI lantai 4. Kajian tersebut dihadiri oleh kader-kader KAMMI dari berbagai Universitas yang ada di Bandung seperti UPI, ITB, STKS, dan Universitas Pasundan, serta dihadiri pula oleh aktivis dari Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.
Dalam kajian tersebut, KAMMI UPI menghadirkan pemateri Wendi Zarman, Direktur Institut Pemikiran Islam dan Pembinaan Insan (PIMPIN) Bandung.
Dalam kajiannya, Wendi menyampaikan bahwa saat ini pemahaman sekularisasi dan liberalisasi sangat masif dihembuskan pada setiap sektor kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Dampak yang timbul dari sekularisasi dan liberalisasi pendidikan akan melahirkan manusia-manusia yang tidak beradab. Kemudian, banyak di antara kaum muslimin yang tidak menyadari dan mengetahui akan bahaya dari sekularisasi dan liberalisasi pendidikan ini. Oleh karena itu, perlu adanya upaya sadar dan masif untuk menggalakan kajian-kajian (pencerdasan) rutin terkait pemikiran-pemikiran yang dapat menjauhkan manusia dari tuntunan agamanya.
Fajar Romadhon 14 Mei 2015